yuki 🐤
4 min readFeb 2, 2024

— Fakta Yang Belum Terkuak —

Biru dan Langit tiba di rumah mereka pada malam hari, beruntung hujan sudah mulai reda sehingga Biru bisa menyetir mobilnya dengan aman.

“Kamu mandi dulu aja, aku siapin teh hangat.” Ucap Langit sambil berjalan ke arah dapur.

Belum sempat Biru sampai di kamarnya, terdengar suara dari arah dapur. Ia buru-buru menoleh dan memeriksanya, Matanya membola melihat Langit terbaring di lantai.

“Lang bangun, Lang.”

Biru menepuk-nepuk pipi Langit, bibirnya pucat, badannya panas. “Sayang, tolong bangun.”

Biru menggendong Langit ke kamarnya, ia berusaha melakukan pertolongan pertama pada suaminya itu, dan setelah beberapa menit, Langit pun tersadar.

“Syukurlah.” Biru mengembuskan napas lega, “Aku udah hubungi dokter, lagi di jalan ke sini. Maafin aku.”

Biru menunduk merasa bersalah, ia menyalahkan dirinya atas kondisi yang dialami Langit. Gara-gara dirinya, Langit sampai harus menerobos hujan dan jatuh pingsan.

“Aku gak apa-apa, cuma kehujanan doang.” Ucap Langit menenangkan suaminya. “Sini aku mau peluk.”

Ia merenggangkan kedua tangannya. Biru menatapnya lamat-lamat.

“Kenapa? Takut ketularan sakit?” Tanya Langit galak.

Biru menggelengkan kepalanya cepat, “Enggak, aku takut ketiduran kalau pelukan sama kamu, kan nanti dokter ke sini.”

“Aku gak butuh dokter, aku butuhnya kamu peluk aku sekarang.” Ucap Langit.

Akhirnya Biru meringsut masuk kedalam pelukan Langit, lebih tepatnya ia menindihnya. Hawa panas dari tubuh Langit mendekap menyelimuti tubuh Biru. Kedua mata mereka terpejam, sama-sama menikmati dekapan satu sama lain. Embusan panas dari napas Langit menggelitik telinga Biru, namun ia hanya membiarkannya. Sampai suara bel berbunyi.

Photo by Frames For Your Heart on Unsplash

— Jakarta, 2006

Suara bel yang terus-menerus ditekan cukup memekakan telinga siapa pun yang mendengarnya. Ditambah dengan kerasnya ketukan di jendela.

“Bapak, Ibu tolong cepat buka pintunya.”

Wanita itu menangis sambil terus menekan bel rumah mewah bertingkat tiga itu. Seorang laki-laki berusia tiga puluhan keluar dari balik pintu jati dengan wajah yang sedang menahan amarah.

“Ada apa sih Bi, berisik banget siang-siang gini. Kenapa gak lewat pintu belakang aja kaya biasanya.” Ucapnya sambil membentak wanita itu.

“Maaf Tuan, saya panik Tuan. Anu… Den Kala, Tuan.” Racaunya sambil terus menangis.

“Kenapa Kala? Apa yang terjadi?” Laki-laki itu mencengkeram bahu wanita itu.

“Den Kala diculik, Tuan.” Ucapnya.

Tubuh wanita itu meringsut jatuh ke lantai, kakinya sudah tidak dapat menopang bobot tubuhnya sendiri.

DUAR!!!

Tepat setelah kalimat itu terucap, petir disertai gemuruhnya guntur pun datang. Seolah menjadi irama latar dari rasa terkejutnya laki-laki itu mendapati kabar bahwa anak semata wayangnya hilang. Diculik.

Sementara itu, di sebuah jalanan Ibu Kota. Hujan deras mengguyur semua permukaan jalanan dan benda-benda yang berlalu lalang.

Sebuah mobil berkecepatan tinggi melaju, membelah jalanan yang cukup lebar di tengah-tengah jantung kota itu.

“Lepasin Kala, Kala mau keluar dari sini. Om lepasin Kala Om, Kala takut gelap.”

Seorang anak laki-laki tengah menendang-nendang kesana-kemari. Kaki dan tangannya terus bergerak sambil menangis, ia tak henti-hentinya berteriak meminta tolong.

Suara lebatnya hujan sangat terdengar nyaring ke dalam, tempat di mana ia terkurung, yaitu di dalam sebuah bagasi mobil yang tengah melaju kencang.

“Om… Kala mau pulang… Kala mau Bi Anis… Kala mau Mama… Papa… Tolongin Kala…”

Suara jeritan yang semakin lama berubah menjadi rintihan, anak itu hampir kehilangan tenaganya untuk beteriak hingga tiba-tiba…

BRAK!!

JDER!!

BRUK!!

CKITT!!

Tubuh anak itu terlempar, membentur dinding bagasi, melukai kepalanya yang kecil. Namun tak sampai membuatnya kehilangan kesadaran. Karena air hujan mengguyur wajahnya.

Ia terlihat lega dan gembira karena pintu bagasi itu terbuka. Tubuh mungil namun cukup jangkung itu pun perlahan keluar dari sana.

Ia melihat sekeliling, asap ada dimana-mana. Pecahan kaca berserakan, dan orang-orang berlarian menghampiri sebuah mobil yang terbalik.

Menoleh ke arah lain, ia melihat laki-laki yang tadi memasukannya ke dalam bagasi, terkapar bersimbah darah di atas jalanan, diguyur hujan.

“Ibu… Ibu… Ibu…”

Ia menoleh pada sumber suara. Dilihatnya seorang remaja laki-laki yang tengah duduk sambil menatap mobil yang terbalik di sana. Seorang wanita berusia empat puluhan tengah berusaha dikeluarkan dari dalam mobil.

“Erga mau Ibu… Ibu jangan tinggalin Erga… Ibu… Ibu… Ibu… Ibu…”

“Tenang ya Kak, ibunya gak kemana-mana kok.” Ucapnya dengan senyuman lebar, memperlihatkan gigi kelincinya.

Anak yang bernama Kala itu menutup mata remaja laki-laki itu dengan kedua tangan mungilnya, sambil terus menenangkannya. Membuat remaja itu berhenti menyebut ibunya. Dan kepalanya jatuh terkulai diatas pundaknya.

Ditengah derasnya hujan, Kala mengeratkan pelukannya pada sosok remaja yang tak sadarkan diri itu.

Fin. 👋🏻

yuki 🐤
yuki 🐤

Written by yuki 🐤

𝙮𝙤𝙪 𝙖𝙧𝙚 𝙢𝙮 𝙛𝙖𝙫𝙤𝙧𝙞𝙩𝙚 𝙙𝙞𝙨𝙩𝙧𝙖𝙘𝙩𝙞𝙤𝙣